Ad Code

SELAMAT DATANG DI SITUS WWW.OPINIMUSLIMPASURUAN>COM

Al Qur'an dan Ilmu Jurnalistik Pesantren, Nabi Nuh Wartawan Pertama di Dunia


Banyak penulis yang mencatat dan meyakini bahwa sejarah jurnalistik dimulai sejak adanya “Acta Diurna” yakni sebuah papan pengumuman layaknya papan informasi/Majalah dinding pada zaman Romawi Kuno. Dan tak sedikit pula penulis yang menganggap “Acta Diurna” sebagai produk jurnalistik pertama, pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia serta Julius Caesar disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.  

Tetapi, ketika kita hubungkan jurnalistik dengan ilmu komunikasi dan mencoba merujuk pada Al-Qur’an. Kita akan menemukan bahwa, pada dasarnya, Agama islam telah mengajarkan kepada manusia agar berkomunikasi dengan Allah Swt dan dengan sesamanya, (Al-Quran [3]: 112),“manusia akan ditimpa kehinaan kecuali  bila berhubungan (komunikasi) dengan  Allah & manusia”. Berdasarkan ayat diatas maka komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi. 

Pertama, dimensi komunikasi dengan Allah SWT (hablu min Allah) atau dalam disiplin ilmu komunikasi disebut Komunikasi transidental yakni komunikasi yang dilakukan atau terjadi antara manusia dengan tuhannya, Susie Perbawasari (2010), lebih detailnya Prof. DR.HJ. Nina Winangsih Syam, (2013) dalam bukunya model-model komunikasi:persepektif pohon komunikasi, menyebutkan Komunikasi Transidental sebagai salah satu wujud berfikir tentang bagaimana menemukan hukum-hukum alam dan keberadaan komunikasi manusia dengan Allah swt. Atau antara manusia dengan kekuatan yang ada diluar kemampuan pikir manusia yang bersifat ilahiah dan keberadaanya dilandasi oleh rasa cinta mahabbah tanpa pamrih.

Pada hakekatnya Komunikasi pertama yang terjadi sebelum terciptanya Adam atau ketika manusia belum ada, yakni di saat Allah berkomunikasi/berbagi informasi kepada malaikat,  Adam dan Jin. Bambang(2012)

Pada tataran selanjutnya, Astri Dwi (2013) menambahkan,Allah menawarkan al-manat (kepemimpinan &agama) kepada langit, bumi dan gunung, tetapi semua menolaknya. Namun ketika amanat itu ditawarkan kepada manusia, ia menerimanya sesuai dengan (QS. 33: 72). Dalam hal ini Allah SWT selaku Komunikator Utama, tetapi di lain kala juga sebagai Komunikan yg sangat halus/lembut.

Setelah terpilih manusia sebagai khalifah, malaikat bertanya kepada  Allah tentang rencana Penciptaan  Adam AS, dan bertanya, karena dikuatirkan makhluk tersebut membuat kerusakan dan  menumpahkan  darah. Hal ini sesuai dengan (QS 2: 31 – 32): Mengapa manusia yg dipilih sebagai pemimpin; bukan dari malaikat yg kerjanya bertasbih? Padahal mereka selalu bertasbih & mensucikan Nama-Nya. Tetapi Allah Mengetahui apa yg tdk diketahui oleh malaikat. (QS. 2: 30).

Selanjutnya diciptakanlah manusia pertama yang diciptakan secara langsung dari tanah liat. Sedangkan keturunannya dari air yang hina (min mȃ’ mahȋn [QS. 32: 8]).

Setelah itu, barulah terjadi proses dimensi komunikasi kedua yaitu Hubungan antar manusia (hablu min nash). Menurut Onong, perkembangan komunikasi dimulai tatkala Adam AS dan Hawa oleh Allah SWT diturunkan ke dunia, manusia pertama dan kedua yang menjadi suami istri itu dalam keadaan terpisah, sehingga satu sama lain saling mencari.

Setelah berhari – hari naik – turun bukit menjelajahi hamparan pasir akhirnya kedua insan itu bertemu di suatu padang tandus dekat sebuah bukit. Betapa girangnya saat bisa mengungkapkan isi hati yang sekian lama terpendam, merupakan pernyataan antarmanusia yang sangat bermakna. Fenomena tersebut kelak di kemudian hari menjadi bahan telaah manusia – manusia berikutnya sebagai keturunan Adam AS dan Hawa itu. 

Dalam perkembanganya, Komunikasi Antarmanusia  Menjadi beberapa macam diantaranya yaitu komunikasi Intrapersonal, antarpersonal, kelompok, komunikasi organisasi, Jalaludin Rakhmat (2012) komunikasi internasional, komunikasi Politik, Efendy (2011) komunikasi kesehatan, bisnis, antar budaya, Mulyana(2006) komunikasi pesantren, Komunikasi Agama, Komunikasi pendidikan, komunikasi massa dan sebagainya.

Hubungan kedua dimensi tersebut sangat releven dengan terciptanya Adam sebagai manusia pertama, sebagaimana yang penulis jelaskan diatas bahwa, dalam Al-quran diterangkan, oleh Allah, adam akan dijadikan pemimpin bumi tetapi malaikat meragukan dengan hal tersebut sehingga Allah mengajarkan bahasa kepada adam untuk berkomunikasi, “Dan Dia ajarkan nama-nama benda (Bahasa) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirmaan, sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu benar” (Al-baqoroh 31).

Setelah manusia memahami bahasa berkomunikasi, kemudian timbul berbagai cara untuk mengespresikan informasi/kabar, termasuk Nabi Sulaiman yang dapat berkomunikasi dengan hewan, jin dan sebagainya, alqur’an juga mencatat bahwa Nabi Sulaiman dalam espedisinya mengutus burung hud-hud untuk mencari informasi sebagai pewartanya, hingga hud hudpun menemukan kerajaan ratu saba’. Begitu juga alqur’an menjelaskan kisah Nabi Nuh, yang kemudian oleh salah satu pakar komunikasi disebut sebagai wartawan pertama didunia. Sejarah Nabi Nuh diabadikan dalam surat Nuh ayat 25 dan Hud ayat 37-45. dijelaskan Sebelum Allah Swt menurunkan banjir yang sangat hebat kepada kaum kafir, Allah mengutus malaikat untuk menginformasikan akan adanya bencana tersebut serta teknik membuat kapal sebagai alat evakuasi, setelah kapal telah usai dan siap berlayar, akhirnya turunlah hujan lebat yang mengakibatkan gelombang lautan banjir, saat itu nabi Nuh dan seluruh mahluk yang beriman ikut naik kapal dan selamat dari musibah tersebut, hingga menjelang keempat puluh hari, air masih menggenang dalam, seakan-akan tidak akan larut. Sementara Nabi Nuh dan penumpang lainya mulai gelisah, mengingat persediaan makanan mulai menipis. Dari mereka banyak yang butuh informasi kapan surutnya air, akankah air ini tidak akan surut lagi?. Dengan kondisi tersebut dan guna memenuhi keperluan dan keinginan penumpang kapal akhirnya Nabi Nuh mengutus seekor burung dara (Merpati) keluar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Setelah beberapa lama burung terbang  akhirnya dia kembali dengan sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun (oliff) yang muncul kepermukaan lalu dipatuklah ranting itu sebagai buah tangan kepulangannya kekapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun tadi, Nabi Nuh dapat mengambil kesimpulan decoding menginterprestasikan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu tidak menemukan tempat istirahat. Dengan demikian kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota penumpangnya.

Atas fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seoarang pencari dan penyiar kabar (Wartawan) yang pertama di dunia. Bahkan sejalan dengan teknik mencari dan proses penyiaran jurnalistik, kabar (warta berita zaman sekarang dan kantor beritanya) itu, hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita pertama didunia adalah Kapal Nabi Nuh. Kustadi suhandang (2010).

Alivia Mayvita menyebutkan bahwa burung dara atau dalam literature perkembangan teknologi komunikasi disebut sebagai  merpati pos. Merupakan media efektif untuk mengantarkan surat atau pesan pada zamannya, merpati dipilih karena pintar, mempunyai daya ingat kuat, kekuatan navigasi dan nalurinya alamiah untuk kembali kesarang, alivia menuliskan bahwa metode ini awalnya digunakan orang-orang Persia yang suka melatih burung-burung merpatinya. Ia juga menyebutkan bahwa Sultan Bagdad, Nuruddin (1416) memanfaatkanya sebagai alat komunikasi mengirimkan pesan kepada orang-orang sekitar kerajaannya. Orang romawi juga mengunakan merpati pos untuk mengirim pesan kepada pasukan militernya. Orang Yunani memberitahukan pemenang olimpiade melalui merpati pos. Sedangkan disaat masa perang dunia pertama (1914-1918) Pasukan amerika juga mengunakan merpati pos untuk berkomunikasi, menyebarkan berita Infomasi.

Dewasa ini kita tidak mungkin lagi menemui merpati pos karena sudah banyak tergantikan dengan media massa yang lebih efektif, mulai dari telegraf, telephone, telegram, pager/radio panggil, Surat Elektronik E-mail, hingga Internet, Telepon Gengam, Instant Messaging, Mobile Chat Messenger, bahkan ada salah satu Media Massa yang tidak pernah kita sadari sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Moh Zahid (2014) yang dipublikasikan dalam jurnal Nuansa, Vol 11 No.1, Ia, menyatakan bahwa posisi Mushhaf al-qur’an dalam proses komunikasi illahi kepada manusia merupakan media komunikasi dan karena pesannya ditujukan kepada khalayak maka dikategorikan sebagai media komunikasi massa dalam bentuk cetak dengan beberapa argumentasinya diantaranya;

1. Penggunaan istilah Mushhaf untuk menunjuk kepada kitab suci al-Qur’an. Secara harfiah Mushhaf merupakan himpunan dari shuḥuf (lembaran lembaran tulisan), bentuk plural dari kata shaḥîfah. Istilah shaḥîfah dalam konteks kekinian, dapat diartikan “surat kabar”. Demikian juga penggunaan istilah al-Kitâb (Buku) dan sejarah pembukuan dan penyebarluasannya turut menegaskan bahwa sesungguhnya Mushhaf al- Qur’an memiliki ciri dan karakteristik yang dimiliki oleh buku pada umumnya sebagai salah satu jenis media massa cetak.

2. Keberadaan al-Qur’an menegaskan adanya komunikasi Ilahi (wahyu) pada manusia (khalayak), dan Mushhaf al-Qur’an adalah media massanya. Komponen-komponen yang terdapat dalam komunikasi Ilahi memenuhi komponen dan karakteristik komunikasi massa., yaitu (1) who (siapa): Allah (transenden) bertindak sebagai komunikator atau petutur kepada manusia (immaden) sebagai komunikan atau mitra tutur, (2) says what (apa yang dikatakan), yakni kandungan al-Qur’an yang secara umum meliputi enam pesan berupa `aqîdah, ibadah, akhlak, hukum, peringatan, dan informasi sejarah, (3) in which channel (melalui saluran apa): yakni Mushhaf al-Qur’an yang memiliki ciri dan karakteristik yang sama dengan kitab (buku) sebagai salah satu media cetak massa, (4) to whom (kepada siapa). Komunikasi Ilahi ditujukan kepada manusia secara umum (khalayak) sebagai komunikan sesuai dengan karakteristik komunikasi massa: large, heterogen dan anonim, dan (5) with what effect (dengan efek apa). Efek primer berupa perhatian yang luar biasa dari manusia sebagai komunikan ketika manusia mendapat terpaan komunikasi Ilahi melalui Mushhaf al-Qur’an. Sedangkan efek kognitif berupa karya-karya tafsir dan hasil-hasil penelitian terhadap al-Qur’an. Demikian juga efek afektif dan behavioural berupa perubahan sikap dan perilaku manusia setelah menerima pesan komunikasi melalui Mushhaf al-Qur’an, sebagian dari fakta kesejarahan berupa reformasi sosial yang berhasil dengan gemilang yang terjadi di Jazirah Arabiyah pada masa Rasulullah saw. dan Khulafâ’ al-Râsyidûn.

3. Mushhaf al-Qur’an ternyata memiliki fungsi-fungsi sebagaimana yang dimiliki oleh media cetak lainnya, seperti fungsi informasi, fungsi hiburan, fungsi mendidik, fungsi persuasi, transmisi budaya atau pewarisan sosial, fungsi pengawasan sosial, fungsi korelasi, fungsi penafsiran, dan bahkan fungsi membius.

4. Dari berbagai kesamaan yang dimiliki oleh Mushhaf al-Qur’an dengan komponen dan fungsi buku dalam komunikasi massa, ternyata Mushhaf al- Qur’an memperoleh perhatian yang luar biasa dari para pembacanya, kajiankajian yang seakan-akan tidak akan ada habisnya, dan efek komunikasi yang luar biasa. Dengan demikian tidak berlebihan kiranya jika disimpulkan bahwa Mushhaf al-Qur’an melampaui fungsi-fungsi media massa lainya.


Membaca data diatas sangat tidak heran jika Kyai dan santri banyak yang menjadi Penulis/jurnalis, misalnya KH Bisri Mustofa, KH Wahab Hasbulloh, KH Wahid Hasyim, Cak Nun, Gusdur dan masih banyak lagi penulis yang merupakan produk pesantren, semisal dalam sejarah media milik organisasi Nahdlatul Ulama. Organisasi yang timbul dari kalangan pesantren ini, pernah memiliki Koran yang sangat disegani di era Orde Lama dan di awal Orde Baru. Yakni Harian Duta Masyarakat, yang akhirnya berhenti beroperasi pada 1970.

Pada tahun 1980-an, di Jawa Timur berdiri Majalah AULA. Hingga kini majalah ini tetap bertahan, diterbitkan oleh PWNU Jawa Timur dan kini telah mencapai oplah hingga 12.000 eksemplar. Pada era transisi Orde Baru ke Orde Lama, Harian ‘Duta Masyarakat Baru’ dibangkitkan kembali, hingga pada tahun 2000 Harian Duta Masyarakat  dikelola di Surabaya oleh Yayasan Bisma dan PT. Duta Aksara Mulia pimpinan Drs. H. Choirul Anam. Dan Mulai tahun 2010 membuka biro di Jakarta. Tahun 2012 menerbitkan Majalah DUMAS. Sebelumnya, pada tahun 1998 pernah terbit Tabloid Tengah Bulanan WARTA.

      Maraknya media online direspon oleh PBNU dengan mendirikan NU Online melalui www.nu.or.id . Bagi Netter Indonesia,  NU Online berada di posisi 1.345 dari seluruh situs yang ada (Sumber: alexa.com). Untuk Organisasi Sosial, NU Online termasuk Situs yang paling sering dikses.

      Selain itu, di tingkat PBNU juga ada beberapa terbitan Majalah dan Jurnal. Salah satunya Jurnal Taswirul Afkar yang diterbitkan oleh PP. Lakpesdam NU. Pada 31 Januari 2010, untuk pertama kali NU mendirikan Stasiun Televisi sendiri, bernama TV9. Televisi ini dikelola di bawah PT. Dakwah Inti Media. M. Subhan (Majalah AULA).

 Sudah barang tentu jurnalistik pesantren sangat dibutuhkan untuk mengisi SDM media massa pesantren yang sudah ada, karena diera post modern ini dakwah dengan media sangat efektif sebagaimana menurut ketua LTN NU jatim Gus Ahmad Najib dalam kegiatan diklat jurnalistik Pesantren Di Pondok Pesantren Bayt Al-Hikmah Pasuruan. Begitu pula dengan yang disampaikan Anggota PWI Pasuruan saat memberikan materi ngaji jurnalis dalam Rangka peringatan Hari Santri di pondok Pesantren Ngalah Pasuruan bahwa hendaknya santri tidak hanya bisa mengaji tetapi santri juga harus multitalent termasuk kompeten dalam hal tulis menulis menjadi seorang jurnalis, sebab jika warga pesantren telah mumpuni dengan bekal jurnalistik sudah barang tentu amar ma’ruf nahi munkar dengan keilmuan akan terealisasi bukan mencegah kemungkaran dengan kekerasan, radikal. Karena bagaimanapun Nabi Muhammad saw beramanah kepada umatnya agar senantiasa menyampaikan informasi walaupun hanya satu ayat, dari hadist Nabi tersebut meindikasikan bahwa jurnalistik merupakan kewajiban bagi semua umat didunia, khususnya kalangan pesantren sebagai pewaris ilmu Nabi. 

Oleh karena itu penulis dengan kompetensi bekal seadanya ini, berusaha memunculkan solusi untuk menjawab tantangan kalangan pesantren akan pentingnya dakwah dimedia massa melalui kegiatan jurnalistik. Dan semoga satu ayat yang penulis tuangkan dalam buku kecil ini dapat menjadi refrensi yang bermanfaat, memotivasi pembaca untuk dakwah bilqolam.


Posting Komentar

0 Komentar